Hepatitis B : Penyakit yang Disebabkan Apabila Tidak Melakukan Imunisasi

Imunisasi
adalah proses untuk membuat imun seseorang atau kebal terhadap suatu penyakit.
Proses ini dilakukan dengan pemberian vaksin yang merangsang
sistem kekebalan tubuh agar kebal terhadap penyakit tersebut.
Imunisasi
bertujuan untuk membangun kekebalan tubuh seseorang terhadap suatu penyakit,
dengan membentuk antibodi dalam kadar tertentu. Agar antibodi tersebut
terbentuk, seseorang harus diberikan vaksin sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Jadwal imunisasi tergantung jenis penyakit yang hendak dicegah. Sejumlah vaksin
cukup diberikan satu kali, tetapi ada juga yang harus diberikan beberapa kali,
dan diulang pada usia tertentu. Vaksin dapat diberikan dengan cara disuntik
atau tetes mulut.
Hepatitis B
A. Epidemiologi
Hepatitis B di Indonesia
Prevalensi global
karier kronik bervariasi antar 0.1 hingga lebih dari 20%, dan sekitar 15 – 40%
penderita yang terinfeksi kronik bisa berlanjut menjadi sirosis, kanker hati,
atau karsinoma hepatoseluler (HCC), dan 15 - 25% kasus meninggal.2 Prevalensi
HBV kronik bervariasi di berbagai area geografis dan populasi yang berbeda,
dengan prevalensi nasional berkisar antara 0.1 – 35%, dimana endemisitas
dinilai dari kadar antigen permukaan hepatitis B (HBsAg). Area dimana HBV
sangat endemis termasuk di Asia, Afrika sub-Sahara, sebagian daerah timur
tengah, dan Eropa bagian tengah dan timur. Regio dengan prevalensi tertinggi
HBV kronik yang memiliki tingkat HCC, dimana HCC menjadi salah satu dari 3
penyebab kematian utama di daerah tersebut, adalah Asia Pasifik.
Endemisitas HBV di
Indonesia termasuk antara sedang – tinggi berdasarkan perbedaan geografisnya,
yaitu berkisar antara 2.5% hingga 10%, dengan risiko tertinggi ada pada pasien
hemodialisa dan petugas kesehatan.7 Sedangkan pada populasi sehat diperkirakan
angka ini mencapai 20.3% dengan proporsi luar Jawa lebih tinggi daripada di
Jawa (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, 2012).8 Indonesia memiliki
endemisitas kedua terbesar setelah Myanmar di negara South East Asian Region
(SEAR). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), diperkirakan 28
juta penduduk Indonesia terinfeksi hepatitis B dan C, dimana 14 juta memiliki
potensi kronis, dan 1,4 juta berpotensi menjadi kanker hati. Berdasarkan data
Riskesdas 2013, angka kejadian semakin meningkat pada penduduk berusia di atas
usia 15 tahun, dengan jenis yang menginfeksi terbanyak penduduk Indonesia
adalah hepatitis B (21,8%), dan hepatitis A (19,3%).
b. Pengertian
Hepatitis B
Hepatitis adalah
peradangan pada hati atau liver. Hepatitis bisa disebabkan oleh infeksi virus,
bisa juga disebabkan oleh kondisi atau penyakit lain, seperti kebiasaan
mengonsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu, atau penyakit autoimun.
Jika disebabkan oleh infeksi virus, hepatitis bisa menular.
c. Gejala Hepatitis
Pada tahap awal,
penderita hepatitis biasanya tidak merasakan gejala apa pun, sampai akhirnya
penyakit ini menyebabkan kerusakan dan gangguan fungsi hati. Pada hepatitis
yang disebabkan oleh infeksi virus, gejala akan muncul setelah penderita
melewati masa inkubasi. Masa inkubasi tiap jenis virus hepatitis berbeda-beda,
yaitu sekitar 2 minggu sampai 6 bulan.
Berikut adalah beberapa gejala umum yang muncul pada
penderita hepatitis:
- o Mual
- o Muntah
- o Demam
- o Kelelahan
- o Feses berwarna pucat
- o Urine berwarna gelap
- o Nyeri perut
- o Nyeri sendi
- o Kehilangan nafsu makan
- o Penurunan berat badan
- o Mata dan kulit berubah menjadi kekuningan atau penyakit kuning
d. Penyebab Hepatitis B
Hepatitis B tidak akan menular bila hanya berbagi alat
makan atau berpelukan dengan penderitanya.
Penularan virus ini terjadi melalui hubungan seksual
tanpa kondom dan berbagi jarum suntik dengan penderita hepatitis B. Hal ini
karena virus hepatitis B berada di dalam darah dan cairan tubuh, seperti sperma
dan cairan vagina.
Selain itu, hepatitis B juga dapat ditularkan dari
wanita yang sedang hamil kepada bayi dalam kandungannya.
e. Diagnosis
Hepatitis B
Dokter
akan menanyakan keluhan dan riwayat kesehatan pasien dan keluarga. Setelah itu,
dokter akan melakukan pemeriksaan untuk mencari perubahan warna pada kulit dan
bagian putih mata (sklera), serta melakukan penekanan di area perut pasien
untuk mendeteksi pembesaran hati dan nyeri tekan pada perut sisi kanan atas.
Untuk memastikan
diagnosis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang berupa:
- Tes fungsi hati, untuk memeriksa kinerja hati dan
mengetahui jika ada masalah pada organ tersebut
- Tes antibodi virus hepatitis, untuk menentukan
keberadaan antibodi yang spesifik untuk virus HAV, HBV, dan HCV, serta
menentukan apakah hepatitis bersifat akut atau kronis
- Pemindaian dengan USG perut, untuk mendeteksi
kelainan pada organ hati, seperti kerusakan hati, pembesaran hati, atau tumor
hati, serta untuk mendeteksi kelainan pada kandung empedu
- Biopsi hati, untuk menentukan penyebab kerusakan di jaringan hati
f. Pengobatan
Hepatitis B
Pengobatan
hepatitis akan disesuaikan dengan jenis hepatitis, tingkat keparahan infeksi,
serta kondisi pasien. Hepatitis akibat infeksi virus bisa sembuh dengan
sendirinya jika pasien memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Pengobatan
hepatitis akibat infeksi virus bertujuan untuk mengatasi infeksi, meredakan
gejala, dan mencegah terjadinya komplikasi.
Secara umum, pengobatan
yang dilakukan meliputi:
1. Pemberian obat
interferon
Meski beberapa jenis hepatitis akibat infeksi virus
bisa sembuh dengan sendirinya, pemberian obat-obatan perlu dilakukan ketika
jumlah virus penyebab hepatitis cukup banyak. Dokter akan memberikan obat
interferon untuk menghentikan penyebaran virus dan mencegahnya kambuh. Obat ini
biasanya diberikan melalui infus setiap minggu selama 1 tahun.
2.
Pemberian obat
imunosupresan
Untuk mengatasi hepatitis yang disebabkan oleh
penyakit autoimun, dokter dapat memberikan obat imunosupresan, terutama
golongan kortikosteroid, seperti prednisone dan budesonide. Selain itu, pasien
penderita hepatitis autoimun juga dapat diberikan azathioprine, mycophenolate,
tacrolimus, dan cyclosporin.
3.
Pemberian obat
antivirus
Pada beberapa kondisi, misalnya pada hepatitis B
atau hepatitis C yang kronis, dokter juga bisa memberikan obat antivirus,
seperti entecavir, famciclovir, lamivudine, ribavirin, ritonavir, atau
tenofovir. Obat-obatan ini bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan virus
dengan mekanisme yang berbeda-beda.
4.
Transplantasi
hati
Bila hepatitis sudah menyebabkan kerusakan hati yang
berat, dokter mungkin akan menyarankan transplantasi hati atau penggantian
hati. Melalui prosedur ini, hati penderita hepatitis yang rusak akan diganti
dengan hati yang sehat dari pendonor.
Pemantauan kondisi fisik pasien selama masa
penyembuhan hepatitis sangat diperlukan agar proses pemulihan bisa berjalan
dengan baik. Aktivitas fisik yang melelahkan harus dihindari selama masa
penyembuhan hingga gejala mereda.
Selain itu, penderita hepatitis tidak boleh
mengonsumsi alkohol, terutama jika hepatitisnya disebabkan oleh konsumsi
alkohol berlebih. Jika penyebabnya adalah penggunaan obat-obatan tertentu,
dokter akan melakukan penghentian atau penggantian obat agar peradangan hati
tidak semakin parah.
g. Pencegahan Hepatitis
Anda
dapat menurunkan risiko terjadinya hepatitis dengan melakukan beberapa langkah
berikut:
- o Melakukan Imunisasi/Vaksinasi Hepatitis B.
- o Cuci tangan secara teratur dengan air dan sabun, terutama setelah beraktivitas di luar ruangan dan sebelum makan.
- o Lakukan hubungan seks yang aman, misalnya dengan menggunakan kondom dan tidak bergonta-ganti pasangan.
- o Hindari berbagi penggunaan barang-barang pribadi, seperti sikat gigi atau handuk, termasuk juga peralatan makan.
- o Jaga daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga secara teratur, dan beristirahat yang cukup.
- o Jangan mengonsumsi alkohol dan NAPZA.
- o Hindari mengonsumsi makanan yang belum dimasak hingga matang dan air minum yang tidak terjamin kebersihannya atau belum direbus hingga mendidih.
Data Hepatitis di Indonesia
Imunisasi berupa vaksin Hepatitis B
(HB-0) diberikan pada bayi berusia kurang dari 24 jam . Diketahui, untuk
membentuk kekebalan maksimal pada anak-anak, maka idealnya 95 persen anak di
satu daerah harus terimunisasi. Inilah yang disebut dengan kekebalan komunitas.
Jika di sebuah daerah hanya sedikit yang diimunisasi, maka penyakit menular
mudah tersebar dan menjangkiti banyak orang dalam waktu singkat. Sebaliknya
jika lebih banyak atau 95 persen orang sudah diimunisasi, akan memiliki
kekebalan untuk melindungi 5 persen orang lainnya yang tidak diimunisasi.
Pada
2013, dengan target renstra 88 persen, hasil cakupan imunisasi dasar lengkap
pada saat itu mampu mencapai 90 persen. Sementara itu, pada 2016, dari target
91,50 persen, capaian imunisasi mampu melebihi dengan angka tipis, 91,58 persen.
Hasil tidak optimal terlihat jelas pada 2014 dan 2015. Angka cakupan imunisasi
berada di kisaran 80 persen dari target renstra di kisaran 90 persen.
Sedangkan,
Menurut Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, dr.
Anung Sugihantono, mengatakan, mereka yang belum mendapatkan imunisasi dasar
lengkap tersebut adalah 12 persen dari total bayi 0-11 bulan yang harusnya
sudah mendapatkan imunisasi rutin sejak lahir. Jumlah ini menurut data
Riskesdas terbaru 2018. Masih
menurut Riskesdas tersebut, cakupan imunisasi dasar lengkap pada anak usia
12-23 bulan sebesar 57,9 persen, justru menurun jika dibandingkan dengan data
2013 sebesar 59,2 persen.
Berikut
adalah Data Riskesdas Prevalensi Hepatitis berdasarkan Diagnosis Dokter menurut
Provinsi, 2013-2015.
Sumber :